Sugeng Rawuh blog : radywae.blogspot.com,

Kamis, 29 Desember 2011

RENUNGAN TAHUN BARU 2012

Renungan Tahun Baru 2012 - Renungan Ahir Tahun - keislaman - Tafakur Tahun Baru - Tahun Baru 2012


"Sungguh, dalam semua ini terdapat pesan bagi
mereka yang dapat membaca tanda-tanda,"
(Q.S. Al-Hijr [15]: 75).

"SELAMAT TAHUN BARU 2012"
Bagi Umat Islam, sejenak merenungi diri untuk mengubah kondisi kearah yang lebih baik adalah misi suci tiada henti. Disini, di bumi ini, tugas kita adalah pesan suci langit kepada manusi. Menyampaikan keluhuran, kesucian, dan kedamaian hingga terasa nyata oleh seluruhalam semesta. Itulah mengapa Islam memegang teguh prinsip "rahmatan lil alamin". Transformasi diri dalam perspektif Islam tidak hanya di lakukan pada saat-saat tertentu, tetapi sepanjang hayat di kandung badan. Dalam bahasa lain, seumur hidup, perubahan ke arah yang lebih baik harus memenuhi visi dan misi hidupnya. Tujuan akhir (ultimate goal) Umat Islam adlah terus bekerja keras, demi menggapai kasih sayang (al-ridha) Allah, pencipta kehidupan ini.

Begitu juga ketika DIA (Allah) menciptakan waktu. Itu adalah wujud dari kasih sayang-Nya kepada umat manusia. Dengan perputaran waktu, setiap manusia yang sadar mampu menghargai pemberian-Nya. Salah satunya keberkahan usia. Tahun kemarin, tanggal di kalender adalah tanggal yang berada di tahun 1432 H. Sekarang, tahun itu berubah menjadi 1433H. Begitu pun dengan tahun masehi, sekarang berganti tahun menjadi 2012. Lantas, Sudahkah kita bertafakur?

Tafakur, adalah istilah arab untuk menyebutkan aktivitas berpikir. Di dalamnya, ujar pakar linguistik, ada upaya reflektif, kontemplasi yang hati-hati dan sistematik. Tafakur juga bisa dapat menjembatani pandangan hidup manusia, bahwa ada yang di sebut dunia dan akhirat, bahkan ada mahluk dan pencipta. Tafakur di sebutkan Al-qur'an sebanyak 18 kali yang di gunakan sebagai "kata kerja" ketimbang "kata benda". Artinya, menunjukan bahwa tafakurmerupakan suatu proses, bukan hanya konsepsi abstrak.

Jamal bahi dan Mustapha Tajdin, dalam buku Islamic creative Thinking (Mizania, 2008: 17-20), menurut istilah lain dari tafakur. 1) Nazhar, yakni memperhitungkan, memerhatikan, dan memikirkan; 2) Tabashshur, yang berarti memahami; 3) Tadabbur, yaitu merenungkan; 4) Tafaqquh, berarti memahami sepenuhnya, menangkap makna, dan sungguh-sungguh mengerti; 5) Tadzakur, ialah mencamkan dalam pikiran atau hati; 6) I'tibar, di artikan belajar, mengambil atu memetik pelajaran dari sejarah, pengalaman, dengan maksud agar tidak mengulangi kesalahan; 7) Ta'akul, adalah menggunakan pikiran dengan benar; 8) Tawassun, merupakan aktivitas membaca tanda-tanda tersirat.

Dari beragamnya sinonim tafakur dalam Alqur'an, satu yang harus kita garis bawahi, yakni menggunakan akal dan pikiran untuk merenung, berefleksi, dan berpikir tentang bangsa adalah inti dari penciptaan waktu oleh-Nya. Sebagai sang pencipta, Allah SWT, mewajibkan kita untuk mengisi waktu sebaik mungkin. Pergantian tahun, bukan berarti kita harus melupakan tahun-tahun yang lalu. Namun, terus tenggelam pada masa lalu pun tidak akan mengubah apa-apa, kecuali kekecewaan. Oleh karena itu, dalam Islam, hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, bukan lantas meratapi apa yang telah di perbuat pada tahun yang lalu.

Detik-detik Pergantian tahun ini adalah awal yang baik untuk bertafakur tentang kondisi bangsa, negara, agama, dan laku lampah pribadi kita. Orang yang dapat membaca dan menangkap tanda-tanda yang di berikan-Nya, adalah individu yang dapat mengubah dirinya kearah yang lebih baik. Tentunya dengan memanfaatkan potensi akal dan hati yang di anugerahkan-Nya kepada seluruh umat manusia. Kesejatian muslim dan muslimah akan terwujud seandainya kita mengetahui segala kesalahan di masa lalu, dan berupaya mengubahnya menjadi lebih baik. Dalam hal ini, Tafakur bisa berarti upaya intelektual untuk mengubah diri, masyarakat, bahkan Dunia. Tetapi, jangan melupakan bahwa di samping bertafakur, kita juga mesti memanjatkan do'a kepada-Nya.

Ali Syari'ati berpandangan, tanda dari kehausan dan kasmarannya hati untuk melakukan mikraj keabadian. Pendakian ke puncak kesuksesan yang mutlak, dan perjalanan memanjat dinding keluar dari batas alam fisik (mundus sensibilis). Artinya, do'a adalah sarana perlawanan terakhir; di saat semua potensi perlawanan yang lain telah di babat habis. Do'a adalah raison d'etre kebadian spirit manusia untuk keluar dari ancaman bencana kepunahan. Pada zaman Salafushalihin, masyarakat kota basrah, Irak, kedatangan ulama shaleh, Ibrahim bin Adham. Waktu itu, warga kota Basrah sedang menghadapi kemelut sosial yang tak kunjung reda. Melihat ulama besar kharismatik yang langka itu, mereka tidak menyia-nyiakannya untuk bertanya. "Wahai abu Ishak, Allah berfirman dalam Alqur'an agar kami berdo'a. Kami sudah bertahun-tahun berdo'a, tapi kenapa tidak di kabulkan?" tanya mereka.

Ibrahim bin Adham menjawab, "wahai penduduk Basrah, hati kalian mati dalam beberapa perkara, bagaimana mungkin do'a kalian akan di kabulkan. Kalian mengakui kekuasaan Allah, tapi tidak memenuhi hah-hak-Nya. Membaca Alqur'an, tapi tidak mengamalkannya. Mengakui cinta keada Rasul, tapi meninggalkan sunahnya. Membaca taawudz, berlindung kepada Allah dari setan yang di sebut musuh, tetapi setiap hari memberi makan setan dan mengikuti langkahnya". Terakhir, ia mengatakan, "Wahai penduduk Basrah, ingatlah sabda Nabi. Berdo'alah kepada Allah, tetapi kalian harus yakin akan di kabulkan. Hanya saja kalian harus tau bahwa Allah tidak berkenan mengabulkan do'a dari hati yang lalai dan main-main".***

Penulis, editor lepas DAR!Mizan, serta alumnus Universitas Islam Negeri (UIN) Bandung. Di edit dan di rilis ulang oleh: Iman Zenit mahasiswa Syari'ah (STAIMA Banjar) dan jadilah.com.

Semoga bermanfaat

Jumat, 28 Januari 2011

Kemuliaan di Balik Kesederhanaan

Hidup sederhana tidak berarti miskin, pelit dan menyiksa diri. Sikap ini muncul justeru dari pribadi yang kaya hati, kuat mengendalikan diri dan peduli terhadap sesamanya. Orang yang biasa hidup sederhana akan lebih jernih memandang dan membaca dunia sekitar karena melihatnya dengan hati yang lebih bening, tidak terhalang aksesoris untuk memancing pujian orang.

Dalam bentuk bangunan fisik, bangunan sederhana yang amat anggun dan sangat magnetik tentu saja Ka’bah. Sejak dari warna, bentuk dan isinya yang serba sederhana, namun di balik kesederhanannya itu Ka’bah menyimpan sejarah dan cita-cita sangat mulia yang diwariskan Nabi Ibrahim untuk mengajak umat manusia agar mengenali siapa dirinya. Bahwa seluruh manusia itu pada dasarnya bersaudara. Semuanya berasal dari Allah dan semuanya akan kembali pada-Nya.

Tokoh-tokoh besar penggubah jalannya sejarah dan pembangun peradaban besar umumnya hidup secara sederhana. Yang besar adalah jiwanya, menjulang tinggi cita-cita dan nalar kreatifnya. Sampai-sampai soal makan, pakaian dan tempat tinggal tidak dipikirkan kecuali sebatas menjaga kesehatan dan keamanan dirinya untuk berkarya. Tokoh yang masih mudah dikenang, di luar jajaran Nabi, adalah Mahatma Gandhi, Ayatullah Khumaini, dan Nelson Mandela. Mereka begitu sederhana gaya hidupnya.

Kita jadi prihatin dan merenung, mengapa para politisi dan pejabat tinggi kita terjebak ke dalam alam pikir dan gaya hidup yang dangkal? Yang menempatkan gaya hidup konsumtif dan kekayaan materi sedemikian tingginya, sehingga tidak segan-segan melakukan korupsi yang berakibat pada kehancuran martabat negara, bangsa, rakyat dan dirinya sendiri. Sikap sederhana muncul jika seseorang lebih menghargai kualitas hidup yang lebih dalam, bukannya pada kemasan atau gaya hidup yang lebih menampakkan kulit luarnya saja.

Orang yang sangat mementingkan kemasan luar bisa jadi tengah mengalami krisis kepercayaan diri. Atau memang sudah dari dulunya terbiasa hidup serba mewah dan glamour. Bagi seorang pemimpin sangat penting membiasakan hidup sederhana agar tidak tercipta jarak yang menganga dengan rakyat. Yang lebih penting dari hidup sederhana adalah pada perilaku dan tutur katanya. Bisa jadi seseorang kekayaannya melimpah, namun tidak membuatnya silau dan menjadi tawanan dari kekayaannya. Harta adalah instrumen atau pelayan yang mesti mengabdi pada pemiliknya, jangan terbalik.

Ada orang berpendapat, sebagian masyarakat kita sudah termanjakan oleh gaya hidup konsumtif dengan beaya mahal sejak masa orde baru. Bangunan hotel, restauran, mal dan show room mobil selalu bermunculan, yang kemewahannya jauh mengalahkan bangunan sekolah, universitas dan gedung kesenian. Masyarakat Indonesia juga dikenal sebagai pangsa pasar yang sangat subur bagi produk telepon genggam dan parfum produk mutakhir. Di Jakarta Selatan terdapat lebih dari sepuluh mal dan pusat-pusat belanja yang cukup mewah. Dan itu pun selalu ramai dikunjungi orang.

Ketika terjadi krisis ekonomi dan lingkungan, terutama akibat banjir dan macet, keluarga kelas menengah kita sangat mudah berkeluh kesah dan hampir putus asa bagaimana mengatasinya. Kita memang sudah begitu lama hidup dimanjakan oleh berbagai fasilitas pembangunan mewah warisan orde baru, meskipun dari uang utang luar negeri, sehingga berat kalau diturunkan gaya hidupnya. Yang bahaya adalah jika mental ini menular pada anak-anak kita.

Pada generasi awal, yaitu generasi pejuang yang mengadu nasib merintis karir di kota besar, mereka masih memiliki ingatan atau mental data base bagaimana hidup susah. Tetapi generasi baru yang terlahir di masa orde baru yang merasa serba berkecukupan lalu sekarang situasi memburuk, maka mental mereka tidak cukup kuat menghadapi kerasnya kehidupan. Mungkin faktor ini ikut mendorong untuk memilih jalan pintas tanpa memperhatikan halal-haram. Lalu orangtua pun ingin melestarikan status quo pada wilayah comfort zone bagi dirinya dan keluarganya sehingga, lagi-lagi, tidak segan-segan melakukan korupsi.

Sesungguhnya gaya hidup sederhana sudah dicontohkan oleh para pejuang pendiri bangsa. Dan dulu pernah juga semasa Pak Harto muncul seruan hidup sederhana. Tetapi rupanya hanya sekedar seruan, tidak terwujud dalam pelaksanaan. Di lingkungan pendidikan pun mengalami krisis pendidikan character building. Ambisi untuk lulus ujian nasional menjadi agenda utama setiap sekolah dengan mengurangi perhatian pada pengembangan bakat dan pendidikan karakter.

Padahal, sebuah bangsa akan bangkit dan maju kalau pemerintah dan masyarakatnya kompak berani hidup sederhana, lalu diikat oleh semangat dan cita-cita untuk membangun kebanggaan sebagai sebuah bangsa dan negara sebagaimana yang dicontohkan oleh peristiwa historis Sumpah Pemuda 1928. Dari sisi materi, mereka sederhana hidupnya, tetapi sangat kaya dengan imajinasi, cita-cita mulia dan altruistik. Yaitu perasaan bahagia dan bermakna hidupnya dengan banyak memberi bukannya mengambil atau menerima belas kasih orang.

Sumber : metrotvnews.com

mencoba

mencoba sesuatu yang baru memang mengasikan, tetapi sangat tidak asyik kalau percobaan kita itu gagal, inilah yang membuat saya lagi asyik.....karena baru saja mencoba membuat blog gratisan dengan blogspot.....horeeeee....metrotv